Sabtu, 16 November 2013

MENGELOLA EMOSI ANAK & ORANG TUA (PERTAMA)

Kondisi anak pada umumnya bagai kertas putih ketika dilahirkan, maka orang tua, keluarga besar, guru dan lingkungan yang membentuk prilaku dan kejiwaannya, seperti hadist Nabi Muhammad : kullu mauludin yuladu 'alal fithroh ilaa akhirihi. Sehingga tidak ada anak pemalas, pemarah, nakal, jorok dan lain-lain secara keturunan. Prilaku yang menyimpang terjadi akibat proses meniru, terutama meniru pada periode emas (golden age) di usia 0-6 tahun, dimana perkembangan otak bisa mencapai 90 %.
Seringkali kita kurang menyadari hal ini, lalu panik melihat perkembangan anak yang kurang baik. Dari program konseling yang dilakukan di Al-Husna terkuak adannya pola asuh anak di rumah yang kurang tepat, perlu perbaikan, contohnya : berdalih sayang anak orang tua gemar menggendong, menyuapi, memakaikan sepatu dll. Si anak merasa nyaman dilayani, kurang terlatih menggerakkan badan dan jari-jemari untuk bantu diri. Ketika anak mulai bermain dan belajar di Play Group/TK, mulailah terasa beban orang tua semakin banyak, pekerjaan tambah banyak saat pagi hari, kerewelan memicu emosi orang tua dan semakin parah-tinggi emosi bila melihat anak lain yang mau mandiri. Ujung-ujungnya memarahi dan membandingkan anak agar mau mandiri.
Sebenarnya di usia 3 tahun anak sudah bisa makan sendiri, bila dibiasakan belajar makan sendiri di usia 1 tahun. Jalan bahkan lari sangat mudah untuk mereka.Menggendong boleh dilakukan ketika sakit, atau menenangkan emosi. Berkaitan dengan memakai sepatu pun anak-anak mampu, bila sepatunya sederhana tak bertali dan sering dilatih serta dibiasakan pakai sendiri. Kurang tepat memarahi anak apalagi membanding-bandingkan dengan anak lain. Anak-anak bisa terluka hatinya, dan mungkin bertanya mengapa setelah sekolah sering dimarahi ? Anak yang cerdas memilih tak sekolah, lebih enak di rumah tidak ada kegiatan terburu-buru dan bebas kekerasan fisik maupun verbal.
Pembaca yang dimuliakan Alloh, kejadian di atas tidak akan terjadi, andaikata kita telah menyimak petuah Sayyidina Ali R.A sebagai berikut: Ketika anak kita berusia 0-6 tahun dia bagai raja, maka layanilah mereka.Ketika berusia lebih dari 6 tahun-12 Tahun, dia bisa sebagai pelayan, maka suruhlah. Dan ketika ia lebih dari usia 12 tahun, berperanlah sebagai teman. Makna yang dikandung bahwa ketika anak kita berusia 0-6 tahun mereka seolah raja yang berhak memilih, mengatur dan memimpin (egosentris). Raja tersebut punya kebebasan. Raja tidak hidup sendirian, ada rakyat, perangkat dan pelayan kerajaan yang setia, menyayangi, rela taat dan berkorban. Sang raja tidak boleh dicela, dimarahi, diintimidasi apalagi dipukuli. Namun perlu juga diperhatikan bahwa raja tidak selalu butuh dilayani, hanya raja lemah dan sakit yang butuh digendong, dituntun dan disuapi. Dari uraian diatas patut kita terapkan pola asuh yang memberi kesempatan eksplorasi yang luas pada anak agar muncul kemampua memilih,melakukan sendiri, mengatur dan memimpin. Orang tua hendaknya bersabar, menyayangi, menghormati, dan tidak melakukan kekerasan fisik maupun verbal pada anak. Adapun untuk usia di atas 6 tahun hingga 12 tahun, maka orang tua memegang kendali. Di usia tamyiz ini anak mulai berkembang kemampuan berfikir, menerima aturan dan beban kerja secara bertahap, sehingga perlu dilatih, disuruh dan diarahkan menuju kemandirian. Untuk usia di atas 12 tahun hendaknya orang tua bersikap sebagai teman - sahabat yang memanusiakan manusia, mengingat anak sudah baligh atau berakal mampu berpikir seperti orang dewasa, saatnya anak dilibatkan dalam mengambil keputusan keluarga, menyelesaikan persoalan dan boleh dijadikan imam.
Demikian edisi mengelola emosi anak dan orang tua tahap satu, semoga kita dapat merenungkan hadis Nabi Muhammad SAW dan petuah Sayyidina Ali RA, mampu menerapkan serta bisa menjadi orang tua yang arif bijaksana. aamiiiin (Fauziah Hermawati, S.Pd)


0 komentar:

Posting Komentar