Karakteristik anak-anak adalah berorientasi ada kebutuhannya, sehingga aktifitas yang dilakukan tidak terlepas dari pemenuhan kebutuhannya.Oleh karena itu kita harus memahami aneka kebutuhan anak seperti makan, minum, istirahat, kasih sayang, dihargai, diakui dan kesempatan eksplorasi / bermain. Pemenuhan kebutuhan yang kurang maksimal biasanya menyulut emosi anak, contohnya: anak lapar atau haus,tidak bisa menahan diri dan diajak kegiatan lain, ia akan menangis bahkan meronta-ronta. Anak yang merasa kurang disayang pun akan mudah emosi, bahkan bertabiat melepaskan emosi pada teman berupa pukulan, gigitan karena tidak bisa membalas rasa sakit hati pada orang tua.Seringkali kita sempurna dalam pemenuhan makan, minum dan istirahat anak, namun kurang istiqomah dalam pemenuhan kasih sayang, menghargai anak, pengakuan eksistensi diri anak dan kesempatan eksplorasi. Akibatnya anak mengeluarkan bentuk emosi berupa merengek-rewel, menangis lama, memukul diri sendiri, teriak-teriak, berkata kotor, berguling-guling di lantai, lompat-lompat, membentuskan kepala, membuat badan kaku, bahkan kejang. Emosi seperti inilah yang disebut temper tantrum.
Sabtu, 16 November 2013
MENGELOLA EMOSI ANAK & ORANG TUA (PERTAMA)
09.16
No comments
Kondisi anak pada umumnya bagai kertas putih ketika dilahirkan, maka orang tua, keluarga besar, guru dan lingkungan yang membentuk prilaku dan kejiwaannya, seperti hadist Nabi Muhammad : kullu mauludin yuladu 'alal fithroh ilaa akhirihi. Sehingga tidak ada anak pemalas, pemarah, nakal, jorok dan lain-lain secara keturunan. Prilaku yang menyimpang terjadi akibat proses meniru, terutama meniru pada periode emas (golden age) di usia 0-6 tahun, dimana perkembangan otak bisa mencapai 90 %.
Seringkali kita kurang menyadari hal ini, lalu panik melihat perkembangan anak yang kurang baik. Dari program konseling yang dilakukan di Al-Husna terkuak adannya pola asuh anak di rumah yang kurang tepat, perlu perbaikan, contohnya : berdalih sayang anak orang tua gemar menggendong, menyuapi, memakaikan sepatu dll. Si anak merasa nyaman dilayani, kurang terlatih menggerakkan badan dan jari-jemari untuk bantu diri. Ketika anak mulai bermain dan belajar di Play Group/TK, mulailah terasa beban orang tua semakin banyak, pekerjaan tambah banyak saat pagi hari, kerewelan memicu emosi orang tua dan semakin parah-tinggi emosi bila melihat anak lain yang mau mandiri. Ujung-ujungnya memarahi dan membandingkan anak agar mau mandiri.
Sebenarnya di usia 3 tahun anak sudah bisa makan sendiri, bila dibiasakan belajar makan sendiri di usia 1 tahun. Jalan bahkan lari sangat mudah untuk mereka.Menggendong boleh dilakukan ketika sakit, atau menenangkan emosi. Berkaitan dengan memakai sepatu pun anak-anak mampu, bila sepatunya sederhana tak bertali dan sering dilatih serta dibiasakan pakai sendiri. Kurang tepat memarahi anak apalagi membanding-bandingkan dengan anak lain. Anak-anak bisa terluka hatinya, dan mungkin bertanya mengapa setelah sekolah sering dimarahi ? Anak yang cerdas memilih tak sekolah, lebih enak di rumah tidak ada kegiatan terburu-buru dan bebas kekerasan fisik maupun verbal.
Pembaca yang dimuliakan Alloh, kejadian di atas tidak akan terjadi, andaikata kita telah menyimak petuah Sayyidina Ali R.A sebagai berikut: Ketika anak kita berusia 0-6 tahun dia bagai raja, maka layanilah mereka.Ketika berusia lebih dari 6 tahun-12 Tahun, dia bisa sebagai pelayan, maka suruhlah. Dan ketika ia lebih dari usia 12 tahun, berperanlah sebagai teman. Makna yang dikandung bahwa ketika anak kita berusia 0-6 tahun mereka seolah raja yang berhak memilih, mengatur dan memimpin (egosentris). Raja tersebut punya kebebasan. Raja tidak hidup sendirian, ada rakyat, perangkat dan pelayan kerajaan yang setia, menyayangi, rela taat dan berkorban. Sang raja tidak boleh dicela, dimarahi, diintimidasi apalagi dipukuli. Namun perlu juga diperhatikan bahwa raja tidak selalu butuh dilayani, hanya raja lemah dan sakit yang butuh digendong, dituntun dan disuapi. Dari uraian diatas patut kita terapkan pola asuh yang memberi kesempatan eksplorasi yang luas pada anak agar muncul kemampua memilih,melakukan sendiri, mengatur dan memimpin. Orang tua hendaknya bersabar, menyayangi, menghormati, dan tidak melakukan kekerasan fisik maupun verbal pada anak. Adapun untuk usia di atas 6 tahun hingga 12 tahun, maka orang tua memegang kendali. Di usia tamyiz ini anak mulai berkembang kemampuan berfikir, menerima aturan dan beban kerja secara bertahap, sehingga perlu dilatih, disuruh dan diarahkan menuju kemandirian. Untuk usia di atas 12 tahun hendaknya orang tua bersikap sebagai teman - sahabat yang memanusiakan manusia, mengingat anak sudah baligh atau berakal mampu berpikir seperti orang dewasa, saatnya anak dilibatkan dalam mengambil keputusan keluarga, menyelesaikan persoalan dan boleh dijadikan imam.
Demikian edisi mengelola emosi anak dan orang tua tahap satu, semoga kita dapat merenungkan hadis Nabi Muhammad SAW dan petuah Sayyidina Ali RA, mampu menerapkan serta bisa menjadi orang tua yang arif bijaksana. aamiiiin (Fauziah Hermawati, S.Pd)
Seringkali kita kurang menyadari hal ini, lalu panik melihat perkembangan anak yang kurang baik. Dari program konseling yang dilakukan di Al-Husna terkuak adannya pola asuh anak di rumah yang kurang tepat, perlu perbaikan, contohnya : berdalih sayang anak orang tua gemar menggendong, menyuapi, memakaikan sepatu dll. Si anak merasa nyaman dilayani, kurang terlatih menggerakkan badan dan jari-jemari untuk bantu diri. Ketika anak mulai bermain dan belajar di Play Group/TK, mulailah terasa beban orang tua semakin banyak, pekerjaan tambah banyak saat pagi hari, kerewelan memicu emosi orang tua dan semakin parah-tinggi emosi bila melihat anak lain yang mau mandiri. Ujung-ujungnya memarahi dan membandingkan anak agar mau mandiri.
Sebenarnya di usia 3 tahun anak sudah bisa makan sendiri, bila dibiasakan belajar makan sendiri di usia 1 tahun. Jalan bahkan lari sangat mudah untuk mereka.Menggendong boleh dilakukan ketika sakit, atau menenangkan emosi. Berkaitan dengan memakai sepatu pun anak-anak mampu, bila sepatunya sederhana tak bertali dan sering dilatih serta dibiasakan pakai sendiri. Kurang tepat memarahi anak apalagi membanding-bandingkan dengan anak lain. Anak-anak bisa terluka hatinya, dan mungkin bertanya mengapa setelah sekolah sering dimarahi ? Anak yang cerdas memilih tak sekolah, lebih enak di rumah tidak ada kegiatan terburu-buru dan bebas kekerasan fisik maupun verbal.
Pembaca yang dimuliakan Alloh, kejadian di atas tidak akan terjadi, andaikata kita telah menyimak petuah Sayyidina Ali R.A sebagai berikut: Ketika anak kita berusia 0-6 tahun dia bagai raja, maka layanilah mereka.Ketika berusia lebih dari 6 tahun-12 Tahun, dia bisa sebagai pelayan, maka suruhlah. Dan ketika ia lebih dari usia 12 tahun, berperanlah sebagai teman. Makna yang dikandung bahwa ketika anak kita berusia 0-6 tahun mereka seolah raja yang berhak memilih, mengatur dan memimpin (egosentris). Raja tersebut punya kebebasan. Raja tidak hidup sendirian, ada rakyat, perangkat dan pelayan kerajaan yang setia, menyayangi, rela taat dan berkorban. Sang raja tidak boleh dicela, dimarahi, diintimidasi apalagi dipukuli. Namun perlu juga diperhatikan bahwa raja tidak selalu butuh dilayani, hanya raja lemah dan sakit yang butuh digendong, dituntun dan disuapi. Dari uraian diatas patut kita terapkan pola asuh yang memberi kesempatan eksplorasi yang luas pada anak agar muncul kemampua memilih,melakukan sendiri, mengatur dan memimpin. Orang tua hendaknya bersabar, menyayangi, menghormati, dan tidak melakukan kekerasan fisik maupun verbal pada anak. Adapun untuk usia di atas 6 tahun hingga 12 tahun, maka orang tua memegang kendali. Di usia tamyiz ini anak mulai berkembang kemampuan berfikir, menerima aturan dan beban kerja secara bertahap, sehingga perlu dilatih, disuruh dan diarahkan menuju kemandirian. Untuk usia di atas 12 tahun hendaknya orang tua bersikap sebagai teman - sahabat yang memanusiakan manusia, mengingat anak sudah baligh atau berakal mampu berpikir seperti orang dewasa, saatnya anak dilibatkan dalam mengambil keputusan keluarga, menyelesaikan persoalan dan boleh dijadikan imam.
Demikian edisi mengelola emosi anak dan orang tua tahap satu, semoga kita dapat merenungkan hadis Nabi Muhammad SAW dan petuah Sayyidina Ali RA, mampu menerapkan serta bisa menjadi orang tua yang arif bijaksana. aamiiiin (Fauziah Hermawati, S.Pd)
Kamis, 14 November 2013
PENGARUH TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK
22.25
No comments
Hasil penelitihan DR.Hugh Taylor dari Yale School of Medicine menunjukkan bahwa ponsel sangat berdampak pada bayi berupa gerak hiperaktif dan kemampuan otak menjadi rendah memori. Uji coba yang dilakukan pada tikus tanpa dekat ponsel dan sebagian didekatkan ponsel hidup setengah hari, menunjukkan hasil tanpa dekat ponsel mereka tenang dan bermemori baik, sedangkan yang hidup di dekatkan ponsel sebaliknya.
Hasil penelitihan American Academy of Pediatrics menunjukkan gelombang elektromagnetik, radiasi cahaya dan suara dari Televisi , Lap Top, dan lain-lain yang sejenis berpotensi merusak syaraf di otak bayi dan anak-anak, sehingga melarang bayi di bawah usia 2 tahun melihatnya, dan mengijinkan maksimal menonton selama 2 jam untuk usia 2 tahun ke atas.
Selain itu menurut beberapa penelitihan menunjukkan pengaruh tehnologi terhadap anak adalah memicu ADHD, gangguan Psikosomatis, gangguan stabilitas emosi, gangguan tidur malam-gelisah,kesulitan bergaul, kesulitan konsentrasi, obesitas pada anak serta gangguan prilaku.
Oleh karena itu sebaiknya orang tua mengatur pemakaian tehnologi di rumah. Saran kami untuk tidak meletakkan TV di dalam kamar / menidurkan anak dekat TV, HP, Komputer dll. Lalu batasi penggunaan sampai 2 jam untuk anak-anak. Awasi dan batasi program yang boleh ditonton. Gantilah kebiasaan menonton TV dan bermain komputer dengan kegiatan yang menyenangkan dan bermakna seperti: lompat tali, dakon,halma, ular tangga, menyanyi bersama, mewarnai, menggambar, lempar tangkap bola, sepak bola, bersepeda 3 roda, jalan-jalan, berkebun, bermain origami, plastisin, lego, menara gelang, bongkar-pasang dll
Hasil penelitihan American Academy of Pediatrics menunjukkan gelombang elektromagnetik, radiasi cahaya dan suara dari Televisi , Lap Top, dan lain-lain yang sejenis berpotensi merusak syaraf di otak bayi dan anak-anak, sehingga melarang bayi di bawah usia 2 tahun melihatnya, dan mengijinkan maksimal menonton selama 2 jam untuk usia 2 tahun ke atas.
Selain itu menurut beberapa penelitihan menunjukkan pengaruh tehnologi terhadap anak adalah memicu ADHD, gangguan Psikosomatis, gangguan stabilitas emosi, gangguan tidur malam-gelisah,kesulitan bergaul, kesulitan konsentrasi, obesitas pada anak serta gangguan prilaku.
Oleh karena itu sebaiknya orang tua mengatur pemakaian tehnologi di rumah. Saran kami untuk tidak meletakkan TV di dalam kamar / menidurkan anak dekat TV, HP, Komputer dll. Lalu batasi penggunaan sampai 2 jam untuk anak-anak. Awasi dan batasi program yang boleh ditonton. Gantilah kebiasaan menonton TV dan bermain komputer dengan kegiatan yang menyenangkan dan bermakna seperti: lompat tali, dakon,halma, ular tangga, menyanyi bersama, mewarnai, menggambar, lempar tangkap bola, sepak bola, bersepeda 3 roda, jalan-jalan, berkebun, bermain origami, plastisin, lego, menara gelang, bongkar-pasang dll
RISALAH JUM'AH MIN AL-HUSNA
17.40
No comments
Lawang, 15 Nopember 2013 : 11 Muharram 1435 H
Anak merupakan asset dunia akhirat. Oleh karena itu mendidik anak menuju keridhoannya menjadi amanah yang berat bagi kedua orang tuanya.
Anak merupakan asset dunia akhirat. Oleh karena itu mendidik anak menuju keridhoannya menjadi amanah yang berat bagi kedua orang tuanya.
Langganan:
Postingan (Atom)